Rabu, 29 Agustus 2012

resensi novel sastra dan populer


RESENSI NOVEL SASTRA
1.      Identitas Novel
a.       Judul                 : Si Jamin dan Si Johan
b.      Pengarang         : Merari Siregar
c.       Penerbit            : Balai Pustaka
d.      Tahun Terbit     : 2001
e.       Cetakan                        : Ketujuh belas
f.        Tebal halaman : 102 halaman
g.      Tokoh-tokoh
Si Jamin : Seorang anak kecil yang memiliki tugas untuk menghidupi adik dan ibu tirinya yang sangat kejam.
Si Johan : Adiknya Si Jamin yang masih kecil.
Inem     : Ibu tiri Si Jamin dan Si Johan yang sangat kejam.
Bertes   : Ayah kandung Si Jamin dan Si Johan. Mantan pejuang yang menjadi pemabuk dan suka bertengkar dengan istrinya.
Kong Sui dan Nyonya Fi : Dua orang pedagang, suami istri yang sangat baik dan menyayangi Si Jamin dan Si Johan.
2.      Sinopsis
Sebuah cerita yang mengisahkan dua saudara yang malang, yaitu yang bernama Jamin (kakaknya) dan Johan (adiknya). Mereka tinggal di tepi Prinsenlaan (sekarang, Jl. Mangga Besar) di Taman Sari, disebuah rumah setengah tua, berdinding papan, beratap genting. Mereka tinggal bersama bapak dan ibu tirinya. Ibu tirinya bernama Inem, dia selalu memaksa Jamin untuk mencari uang dengan cara meminta-minta (mengemis). Jika uang yang didapat Jamin tidak sesuai dengan keiginan ibu tirinya, maka Jamin mendapat pukulan dan tendangan, cacian dan makian, sementara uang tersebut digunakan ibu tirinya untuk memuaskan nafsunya dengan membeli madat (obat terlarang) dan minuman keras. Sementara Jamin dan Johan tidak pernah diberi makan, makanya Si Jamin selalu menyisihkan uangnya untuk membeli makan untuk adiknya Johan walaupun hanya nasi saja tanpa lauknya.
Sementara bapaknya yang bernama Bertes, berasal dari Ambon, tidak memperdulikan kekejaman si Inem, karena bapaknya suka mabuk-mabukan, jadi tidak pernah sadar kalau kedua anaknya sangat menderita, padahal dulunya Bertes adalah seorang serdadu yang pemberani di Aceh, tapi karena Bertes bergaul dengan orang-orang pemabuk dia jadi ikut-ikutan pemabuk, meskipun istrinya Mina (yang sudah meninggal) selalu mengingatkannya dengan cara yang lemah lembut, agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang menyesatkan, tetapi Bertes menghiraukan perkataan istrinya. Sampai ketika ia mendapat penyakit Beri-beri kering, berbulan-bulan ia terbaring di rumah sakit karena penyakitnya bertambah parah, akhirnya dikirim ke Jakarta, karena menurut dokter barangkali akan sembuh.
Enam bulan lamanya ia berobat di rumah sakit di Jakarta barulah ia sembuh, tetapi ia diberhentikan dari pekerjaannya, karena badannya tidak kuat lagi. Karena pulang ke daerahnya (Kutaraja) ia malu, akhirnya ia tinggal di Jakarta untuk selama-lamanya, dengan uang pension dan gaji dari pekerjaan ringan (pekerjaan barunya), ia dapat hidup sederhana dengan istri dan kedua anaknya, Jamin dan Johan, sampai setahun lamanya. Tetapi dalam tahun kedua kelakuan Bertes berubah, penyakit pemabuknya kambuh lagi. Sampai-sampai Mina menderita dan sakit-sakitan, tetapi Mina selalu berusaha menunjukan wajah yang jernih seperti biasanya, tetapi segala nasihat sudah tidak berguna lagi bagi Bertes. Bukannya Bertes bertambah baik, ia malah tenggelam kedalam lembah kesesatan.
Semakin hari penyakit Mina semakin parah. Sesekali ia membatukan darah, tetapi tidak seorang pun yang mengetahuinya. Suatu pagi kedua anaknya memberitahukan tetangga-tetangganya bahwa ibunya tidak dapat bangun, pada hari itu juga Mina dibawa ke rumah sakit, tetapi ia tidak dapat ditolong lagi. Bertes tidak merasa menyesal atau taubat ia malah menjadi-jadi. Beberapa hari kemudian ia bertemu dengan si Inem, perempuan yang kurang baik kelakuannya dan menjadikan si Inem sebagai istrinya. Sejak saat itu berubahlah keadaan rumah tangga si Bertes. Kecintaan hatinya kepada anak-anaknya berkurang sehingga ia tidak peduli si Inem berbuat sesuka hati kepada kedua anaknya.
Akhirnya si Bertes dilepas dari pekerjaannya, sebab dia sudah banyak melakukan kesalahan. Sejak saat itu si Inem memaksa si Jamin untuk memint-minta, jika si Jamin tidak mau, maka si Inem mengancamnya dengan akan membuang adiknya ke kali (sungai),
Pada suatu hari si Jamin disuruh meminta-minta dan harus mendapatkan uang setengah rupiah (50 sen), kalau tidak dapat ia tidak boleh pulang. Kemudian si Jmin pergi untuk meminta belas kasihan orang lain. Sudah siang hari si Jamin baru mendapatkan uang seketip (25 sen). Dengan sedih ia pergi duduk ke tepi sungai Ciliwung yang mengelilingi taman. Si Jamin duduk di tepi sungai itu. Kemudian dia pergi ke pasar ikan, disana dia bertemu dengan orang pemurah hati, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Ia pergi berteduh ke rumah jaga (emperan toko). Ketika itu hari sudah gelap, Si Jamin teringat pulang ke rumah, tetapi uangnya belum cukup 50 sen dan perutnya pun semakin merasa lapar karena ia belum makan apapun sejak tadi pagi.
Kemudian ia pergi ke Pasar Baru tetapi dia tidak mendapat apa-apa. Kemudian dia pergi ke Pasar Senen mungkin disana ia akan beruntung. Ia berjalan makin lama makin lambat, lalu ia berhenti didepan sebuah toko dan ia pun tertidur ditengah malam yang hujan dan dingin.
Hari sudah pagi pemilik toko itu membuka tokonya. Pemilik toko itu bernama Kong Sui ia sangat baik dan pemurah. Kong Sui terkenal dengan obat-obatannya yang manjurdan hargannya yang murah. Tiba-tiba Kong Sui melihat seorang anak yang sedang tidur berpakaian kotor dan basah. Anak itu ialah si Janim, kemudian Kong Sui membawanya kedalam dan menghangatkannya. Setelah si Jamin sadar Kong Sui dan istrinya bertanya kepada si Jamin dan si Jamin pun menjawabnya dengan jujur. Si Jamin menceritakan tentang uang 50 sen. Disana si Jamin diberi makan dan baju, dia tidak lupa membawa makanan untuk adiknya Johan. Kemudian dia bergegas untuk pulang kerumahnya dan Kong Sui memberi uang yang 50 sen dan memberi lebih untuk si Jamin. Si Jamin sangat berterima kasih kepada mereka.
Sesampainya di rumah si Jamin mendengar pembicaraan orang-orang tentang Bapaknya yang dibawa Polisi karena kasus pembunuhan. Ia terkejut, meskipun selama ini ia merasa tidak mempunyai bapak. Setelah masuk kedalam rumah si Jamin memberikan uang tersebut kepada si Inem. Si Inem memperhatikan si Jamin dan heran, darimana si Jamin bisa mendapatkan baju yang di pakainya. Kemudian si Jamin menceritakan semuanya. Si Inem memaksa si Jamin untuk melepas bajunya dan menggantinya dengan baju yang compang-camping. Tiba-tiba si Jamin menemukan sesuatu dari saku celananya dan si Jamin berusaha agar ibu tirinya tidak menyuruhnya melepaskan celananya, karena takut ibu tirinya menemukan barang yang ada di saku celananya itu. Setelah ibu tirinya pergi si Jamin mengambil barang yang di sakunya ternyata itu adalah sebuah cin-cin dan ia tahu pasti cin-cin itu milik nyonya Fi (istrinya Kong Sui). Saat Jamin sedang melihat-lihat cin-cin itu tiba-tiba si Inem merampas cin-cin itu. Si Jamin berusaha untuk merebutnya kembali tapi ia tidak bisa, ia malah disuruh pergi untuk meminta-minta. Si Jamin pun pergi dengan hati sedih karena ia tidak bisa mengembalikan cin-cin itu kepada nyonya Fi.
Di tempat lain Kong Sui dan istrinya berdebat masalah si Jamin karena Kong Sui mempercayai cerita orang tentang kejelekan pengemis, tetapi nyonya Fi tetap mengatakan, bahwa anak itu tulus hati. Nyonya Fi terus membela anak itu sehingga suaminya mengalah dan kembali bekerja.
Ternyata cerita itu benar si Jamin kembali meminta-minta dan memakai baju compang-camping karena baju pemberian nyonya Fi sudah di jual oleh ibu tirinya.
Si Jamin selalu berjalan berkeliling dekat toko Kong Sui. Siang malam ia memikirkan nyonya Kong Sui yang pengasih itu. Kalau dia melihat dari jauh, pikirannya senang, tetapi dia tidak berani datang ke rumahnya karena malu dan segan karena cin-cin itu munkin sudah di jual oleh ibu tirinya.
Suatu hari si Jamin sedang jalan-jalan di Mngga Besar, terdengar suara yang memanggil namanya. Ternyata yang memanggilnya itu si Johan adiknya, terkejut bercampur heran ia melihat adiknya memegang suatu benda yang berkilau ternyata cin-cin itu. Johan mengambil cin-cin itu saat si Inem sedang pergi, karena dia tahu dimana cin-cin itu di simpan. Dia memberikan cin-cin itu kepada abangnya (kakaknya). Ia merasa beruntung daripada mendapat harta yang berlimpah. Pada waktu itu juga si Jamin pergi bersama adiknya (karena adiknya takut untuk pulang ke rumah) ke Pasar Senen untuk mengembalikan barang itu. Mereka berjalan menyimpang kekiri kekanan. Tidak lama kemudian, sampailah mereka ke Pasar Senen, tampaklah toko obat Kong Sui. Ia berkata dengan riang kepada adiknya dan menunjukan rumah itu. Saat berjalan menuju rumah itu tiba-tiba si Johan merasa ditarik kesebelah kanan oleh abangnya. Si Johan menjadi bingung, ia melihat si Jamin terpelanting ke sisi jalan, terhantar disana, kepalanya berlumuran darah. Banyak orang berkerumun di tempat kecelakaan. Beberapa orang merasa kasihan mengangkat si Jamin kedalam kereta akan dibawa ke Rumah Sakit Miskin di Glodok. Polisi cepat memeriksa asal mula kecelakaan itu.
Orang-orang pun bubar, tempat yang tadinya ramai kini seperti biasa, seolah-olah tidak ada krjadian apa-apa. Tinggal si Johan sendiri yang tak berhenti menangis, karena Jakarta itu ramai, anak menangis ditengah jalan sudah biasa.
Si Johan tak mengerti! Semua itu terjadi dalam sekejap mata. Ia hanya tahu abangnya luka parah. Ia melihat sesuatu yang berkilauan dan ia mengambilnya. Ia terkejut melihat cin-cin itu, lalu ia teringat untuk mengembalikan cin-cin itu. Dengan tidak berpikir panjang ia langsung berjalan menuju rumah obat Kon Sui. Tetapi dia tidak berani masuk kedalam. Ia hanya berdiri didepan, melihat-lihat kedalam. Didekat meja besar dia melihat Kong Sui, dia sedang berbicara dengan orang yag membeli obat. Di kursi dekat pintu duduk seorang perempuan itulah nyonya Fi. Nyonya Fi sedang berbicara dengan tetangganya. Tetangga itu bercerita tentang kecelakaan yang tadi, nyonya Fi merasa kasihan pada anak itu. Kemudian tetangga itu pulang. Si Johan hendak masuk, tetapi ia tidak berani, sebab ia tidak kenal dengan orang yang punya rumah itu dan ia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Beberapa lama kemudian ia memberanikan diri, karena ia berpikir bahwa tak ada jalan lain melainkan menceritakannya kepada Kong Sui, karena pulang pun dia takut ibu tirinya. Kemudian ia masuk dan memberi hormat kepada nyonya Fi, waktu itu Kong Sui ada dibelakang. “cin-cin ini punya nyonya” kata si Johan sambil meletakannya dimeja. Nyonya mengambil dan mengamati cin-cin itu, rupanya cin-cin itu milik anaknya yang sudah meninggal. Kemudian nyonya Fi bertanya pada Johan darimana dia mendapatkan cin-cin itu. Johan menjelaskan semuanya termasuk kecelakaan yang terjadi pada abangnya. Kemudian Johan dan nyonya Fi pergi ke rumah sakit untuk melihat si Jamin.
Sesampainya di rumah sakit mereka tidak di perolehkan masuk oleh petugas, tetapi nyonya Fi terus memohon. Akhirnya mereka di persilahkan dan di antar ke kamar Jamin. Setiba di kamar mereka melihat Jamin dengan keadaan tidur dan kepalanya di perban dan ada bekas darah yang masih keluar. Si Johan menangis melihat abangnya lalu dipegang tangan abangnya.
Karena mendengar suara Johan si Jamin pun tersadar. Ketika ia melihat nyonya Fi ia teringat dengan kebaikannya. Ia berbicara tentang cin-cin itu dan ia menitipkan Johan kepada nyonya Fi, sebelum akhirnya dia menghembuskan nafas terakhirnya. Jamin dimakamkan disebelah makam ibunya. Johan dirawat dan di sekolakan oleh keluarga Kong Sui. Setelah tiga bulan Bertes keluar dari penjara karena ia terbukti tidak bersalah. Ketika ia pulang, ia mendengar berita kalau si Jamin sudah meninggal dan si Inem tidak ada yang tahu dia berada dimana. Kemudian dia menemui Johan. Setelah lima tahun Johan lulus dari Sekolah Rendah dan meneruskan ke Sekolah Pertukangan di Kampung Jawa. Segala biayanyadi tanggung oleh keluarga Kong Sui. Ia selalu berharap dapat membalas pertolongan dan kebaikan keluarga Kong Sui.       
3.      Kekurangan dan Kelebihan                                      
·         Kekurangan
Bahasanya sulit dimengerti karena masih menggunakan bahasa Melayu, jadi si pembaca membutuhkan waktu yang lama untuk memahami isi ceritanya.
·         Kelebihan
Jalan ceritanya sulit di tebak membuat si pembaca jadi penasaran dan ingin membacanya, disini juga diceritakan pahit manis kehidupan yang sebenarnya, dan membuat pembaca berada pada situasi tersebut.
RESENSI NOVEL POPULER
1.      Identitas Novel
a.       Judul               : Sang Pemimpi
b.      Pengarang       : Andrea Hirata
c.       Penerbit           : BENTANG PUSTAKA
d.      Tahun Terbit    : 2009
e.       Editor              : Imam Risdiyanto
f.       Cetakan           : Kedua puluh enam
g.      Tebal Halaman: 253 halaman
h.      Tokoh-tokoh   :
a)      Ikal( si penulis) : anak kampung yang miskin, sahabat Arai sekaligus saudara jauh Arai. Ia adalah sprinter di SMAnya, ia menampilkan kebolehannya ketika ia dikejar oleh Pak Mustar.
b)      Arai : saudara angkat Ikal ketika kelas 3 SD saat ayahnya (satu-satunya anggota keluarga yang tersisa) meninggal dunia. Seseorang yang mampu melihat keindahan di balik sesuatu, sangat optimis dan Arai adalah sosok yang begitu spontan dan jenaka, seolah tak ada sesuatupun di dunia ini yang akan membuatnya sedih dan patah semangat.
c)      Jimbron : anak yatim piatu yang diasuh oleh seorang pastur Katolik bernama Geovanny. Berwajah bayi dan bertubuh subur yang sangat polos. Bicaranya gagap dan dia sangat terobsesi pada kuda, dan dia adalah penyeimbang antara Arai dan Ikal, kepolosan dan ketulusannya adalah sumber simpati dan kasih sayang dalam diri keduanya untuk menjaga dan melindunginya.
d)     Pendeta Geovanny : seorang Katolik yang mengasuh Jimbron selepas kepergian kedua orangtua Jimbron. Meskipun berbeda agama dengan Jimbron, dia tidak memaksakan Jimbron untuk turut menjadi umat Katolik. Bahkan dia tidak pernah terlambat mengantar Jimbron pergi ke masjid untuk mengaji. Meski disebut Pendeta, Geovanny ini sebenarny  adalah seorang Pastor.
e)      Pak Mustar : salah satu pendiri SMA Negeri Manggar. Ia adalah wakil kepala sekolah SMA Negeri Manggar, ia terkenal dengan aturan-aturannya yang disiplin dan hukuman yang sangat berat. Namun sebenarnya beliau adalah pribadi yang sangat baik dan patut dicontoh.
f)       Pak Balia : Kepala Sekolah SMA Negeri Manggar. Laki-laki muda, tampan, ia mengajar di bidang seni.
g)      Nurmala : gadis pujaan Arai sejak pertama kali Arai melihatnya. Nurmala adalah gadis yang pandai, selalu menyandang ranking 1.
h)      Laksmi : gadis pujaan Jimbron. Telah kehilangan kedua orangtuanya dan tinggal serta bekerja di sebuah pabrik cincau. Semenjak kepergian orangtuanya ia tidak pernah lagi tersenyum, ia baru dapat tersenyum ketika Jimbron datang mengendarai sebuah kuda putih milik Capo.
i)        Capo Lam Nyet Pho : Seorang yang membuka peternakan kuda meskipun kuda adalah hewan yang asing bagi komunitas Melayu.
j)        Taikong Hamim : Guru mengaji di masjid di kampung Gantung. Dikenal sebagai sosok yang sering memberlakukan hukuman fisik kepada anak-anak yang melakukan kesalahan.
k)      Nurmi : tetangga Arai dan Ikal, dia adalah gadis yang sangat mencintai biola.
l)        A Siong : Pemilik toko kelontong tempat Ikal dan Arai berselisih tentang penggunaaan uang tabungan.
m)    Deborah Wong : Istri A Siong dan ibu dari Mei Mei. Perempuan asal Hongkong yang tambun dan berkulit putih.
n)      Mei Mei : Gadis kecil anak Deborah Wong.
o)      A Kiun : Gadis Hokian penjaga loket bioskop.
p)      Pak Cik Basman : Seorang tukang sobek karcis di sebuah bioskop di Belitong.
q)      Bang Zaitun : Seniman musik pemimpin sebuah kelompok Orkes Melayu. Dikenal sebagai orang yang pernah mempunyai banyak pacar dan hampir memiliki 5 istri.
2.      Sinopsis  
Senin pagi, setengah jam sebelum jam masuk, Pak Mustar yang terkenal dengan julukan seram, mengunci pagar sekolah. Dia berdiri di podium menjadi inspektur upacara. Banyak siswa yang terlambat termasuk Ikal, Jimbron, dan Arai. Mereka malah meniru-nirukan pidato Pak Mustar, pemimpinnya yang tak lain adalah Arai. Pak Mustar ngamuk, dia meloncat dari podium dan mengajak dua orang penjaga untuk mengejar mereka.
Saat itu Ikal dan Jimbron sedang duduk penuh gaya diatas sepeda jengkinya. Tanpa buang waktu mereka mengeluarkan segenap daya pesona menarik perhatian para siswi yang nongkrong berderet-deret. Jimbron membunyikan kliningan sepedanya dan bersiul dengan lagu yang tidak jelas. Ikal mengaduk rambutnya dengan minyak andalannya yaitu minyak hijau ajaib Tancho yang selalu ada didalam tasnya, menyisir seluruh rambut dan bergaya jambul. Didekat para siswi Ikal berpura-pura membetulkan tali sepatu yang sebenarnya tidak apa-apa, lalu ketika bangkit Ikal menyibakkan jambulnya, tetapi para siswi malah menjerit histeris. Mereka menatap seseorang dibelakang Ikal yang ternyata itu adalah Pak Mustar. Ikal akan melompat tapi terlambat, Pak Mustar merenggut kerah bajunya dengan keras, hingga kancing-kancing bajunya putus. Saat Pak Mustar akan menampar Ikal, Ikal tiba-tiba lari dan melesat jauh, Pak Mustar dan kedua orang yang membantunya, mengejar dibelakang Ikal dengan peluit penjaga sekolah yang menjerit-jerit. Para siswi tadi berteriak menyemangati dan mendukung Ikal, karena mereka benci kepada Pak Mustar.
Hubungan persahabatan dan persaudaraan antara Ikal (sang penulis) dan Arai, serta persahabatan keduanya dengan Jimbron ketika masa-masa remaja (SMA). Perjuangan dan kesetiaan terhadap mimpi mereka. Arai dan Ikal masih bertalian darah. Usianya sebaya dengan Ikal. Neneknya adalah adik kandung kakeknya Ikal dari pihak ibu. Namun malang nasibnya, waktu ia kelas 1 SD, ibunya wafat saat melahirkan adiknya. Arai, baru 6 tahun ketika itu, dan ayahnya, gemetar di samping jasad beku sang ibu yang memeluk erat bayi merah yang masih berlumuran darah. Ibu dan anak itu meninggal bersamaan. Lalu Arai tinggal berdua dengan ayahnya. Kepedihan belum mau menjauhi Arai. Menginjak kelas 3 SD, ayahnya juga wafat. Arai menjadi yatim piatu, sebatang kara. Ia kemudian diasuh oleh keluarga Ikal. Arai adalah sebatang pohon kara di tengah padang karena hanya tinggal ia sendiri dari satu garis keturunan keluarganya. Ayah ibunya merupakan anak-anak tunggal dan kakek neneknya dari kedua pihak orangtuanya juga telah tiada. Orang Melayu memberi julukan Simpai Keramat untuk orang terakhir yang tersisa dari suatu klan (keturunan). Arai adalah seorang yang mampu melihat keindahan di balik sesuatu, sangat optimis dan selalu melihat suatu peristiwa dari secara positif. Arai adalah sosok yang begitu spontan dan jenaka, seolah tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang akan membuatnya sedih dan patah semangat. Kesedihan hanya tampak padanya ketika ia mengaji Al-Qur'an. Di hadapan kitab suci itu ia seperti orang mengadu, seperti orang yang takluk, seperti orang yang kelelahan berjuang melawan rasa kehilangan seluruh orang yang dicintainya. Setiap habis magrib Arai melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an di bawah temaram lampu minyak dan saat itu seisi rumah terdiam. Jika Arai mengaji, Ikal bergegas menuruni tangga rumah panggung, kemudian berlari sekuat tenaga.
Karena berkepribadian terbuka, memiliki mentalitas selalu ingin tahu dan terus bertanya, Arai berkembang menjadi anak yang pintar. la selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Arai suka memanggil Ikal dengan nama lain “Tonyo” dengan gaya Lone Ranger. Jimbron, anak yatim piatu. la gagap, tapi tak selalu gagap. Jika ia panik atau sedang bersemangat maka ia gagap. Jika suasana hatinya sedang nyaman, ia berbicara senormal orang biasa. Jimbron bertubuh tambun, seperti bonsai kamboja Jepang: bahu landai, lebar, dan lungsur, gemuk berkumpul di daerah tengah. Wajahnya seperti bayi, bayi yang murung, seperti bayi yang ingin menangis, jika melihatnya langsung timbul perasaan ingin melindunginya. Kalau mengaji, ia selalu diantar seorang pendeta (sebetulnya pastor karena beliau seorang Katolik). Beliau biasa dipanggil Pendeta Geovanny. Setelah sebatang kara seperti Arai, Jimbron menjadi anak asuh sang pendeta. Namun, pendeta berdarah Italia itu tak sedikit pun bermaksud merubah keyakinan Jimbron. Beliau malah tidak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke masjid. Nasib Jimbron tak kalah menggiriskan dengan Arai.
Jimbron adalah anak tertua dari tiga bersaudara. la memiliki dua adik kembar perempuan. Ibunya wafat ketika Jimbron kelas empat SD. Jimbron sangat dekat dan sangat tergantung pada ayahnya. Ayahnya adalah orientasi hidupnya. Suatu hari, belum empat puluh hari ibunya wafat, Jimbron bepergian naik sepeda dibonceng ayahnya, masih berkendara ayahnya terkena serangan jantung. Jimbron pontang-panting dengan sepeda itu membawa ayahnya ke Puskesmas. la berusaha sekuat tenaga, panik, dan jatuh bangun terseok-seok membonceng ayahnya yang sesak napas sambil kesusahan memeganginya. Sampai di Puskesmas Jimbron, kehabisan napas dan pucat pasi ketakutan. la kalut, tak sanggup menjelaskan situasinya pada orang-orang. Lagi pula sudah terlambat, beberapa menit di Puskesmas ayahnya meninggal. Pendeta Geovanny, sahabat keluarga itu, lalu mengasuh Jimbron. Kedua adik kembar perempuannya mengikuti bibinya ke Pangkal Pinang, Pulau Bangka.
Jimbron sangat menyukai kuda. Menurut cerita, ini berhubungan dengan sebuah film di televisi balai desa yang ditonton Jimbron seminggu sebelum ayahnya wafat. Dalam film koboi itu tampak seseorang membawa orang sakit untuk diobati dengan mengendarai kuda secepat angin sehingga orang itu dapat diselamatkan. Barangkali Jimbron menganggap nyawa ayahnya dapat tertolong jika ia membawa ayahnya ke Puskesmas dengan mengendarai kuda. Jimbron menjadi pencinta kuda yang fanatik, tak ada satu pun hal lain yang menarik di dunia ini bagi Jimbron selain kuda.
Mereka bersekolah di pagi hari dan bekerja sebagai kuli ngambat di pelabuhan ikan pada dini hari. Hidup mandiri terpisah dari orang tua dengan latar belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun punya cita-cita besar, sebuah cita-cita yang bila dilihat dari latar belakang kehidupan mereka, hanyalah sebuah mimpi.
Di kampungnya, tak ada SMA. Setelah tamat SMP Ikal, Arai, dan Jimbron merantau ke Magai untuk sekolah SMA. Setelah 40 tahun merdeka, akhirnya Belitong Timur memiliki sebuah SMA Negeri. Tak perlu lagi menempuh 120 kilometer ke Tanjong Pandan. Pada saat itulah PN Timah Belitong, perusahaan di mana sebagian besar orang Melayu menggantungkan nasib, termasuk ayah Ikal, terancam kolaps. Karyawan di-PHK, memunculkan gelombang besar anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah dan tak punya pilihan selain bekerja untuk membantu orangtua. Ikal, Arai, dan Jimbron menjadi kuli ngambat. Karena pekerjaan ini, ketiganya menyewa sebuah los sempit di dermaga dan pulang ke rumah orangtua setiap dua minggu. Sebelum menjadi kuli ngambat mereka sempat bekerja sebagai penyelam di padang golf lalu beralih menjadi part time office boy di kompleks kantor pemerintah untuk memungkinkannya dapat sekolah.
Mimpi mereka dimulai dimulai dari guru kesusastraan mereka, Bapak Drs. Julian Ichsan Balia (biasa di panggil Pak Balia). Sebagai anak-anak yang sejak sekolah dasar diajarkan untuk menghargai ilmu pengetahuan dan seni, Ikal, Arai, dan Jimbron terpesona pada Pak Balia. Kata Pak Balia Setiap peristiwa di jagat raya ini adalah potongan-potongan mozaik. Terserak di sana sini, tersebar dalam rentang waktu dan ruang-ruang. Namun, perlahan-lahan ia akan bersatu membentuk sosok seperti montase Antoni Gaudi. Mozaik-mozaik itu akan membangun siapa dirimu dewasa nanti. Lalu apa pun yang kau kerjakan dalam hidup ini, akan bergema dalam keabadian, maka berkelanalah di atas muka bumi ini untuk menemukan mozaikmu!. Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di atas altar suci almamater terhebat tiada tara: Sorbonne. Ikuti jejak-jejak Sartre, Louis Pasteur, Montesquieu, Voltaire. Di sanalah orang belajar science, sastra, dan seni hingga mengubah peradaban". kata Pak Balia sambil memperlihatkan gambar yang menampakkan seorang pelukis sedang menghadapi sebidang kanvas dengan sedikit coretan impresi dan dibelakang kanvas itu berdiri menjulang Menara Eiffel seolah menunduk memerintahkan Sungai Seine agar membelah menjadi dua tepat di kaki-kakinya. Dan pada saat itulah ikal, Arai, dan Jimbron mengkristalisasikan harapan agung dalam satu kejadian yang sangat ambisius. “cita-cita kami adalah kami ingin sekolah ke Prancis! Ingin menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajah Eropa sampai ke  Afrika”.
Setelah lulus SMA, tabungan dari hasil keringatnya bekerja sebagai kuli ngambat tidaklah cukup untuk sekolah di Prancis. Ikal dan Arai memutuskan untuk merantau ke Pulau Jawa untuk meneruskan pendidikan. Jimbron memberikan dua celengan berbentuk kuda berisi tabungannya dari upah menjadi kuli ngambat selama ini yang selalu ia isi dengan jumlah yang sama pada masing-masing celengan tersebut kepada kedua sahabatnya. Masing-masing satu untuk menambah bekal merantau di Pulau Jawa. Celengan kuda tersebut ia dapat dengan cara memesan kepada anak buah kapal kenalannya di dermaga. Dari anak buah kapal ini lah Ikal dan Arai berhasil ke Pulau Jawa dengan cara menumpang dan menjadi buruh kasar (membersihkan dak, memasak, dsb) di kapal yang ia tumpangi. Dan dari dia pula Ikal dan Arai tahu tujuan pertama ia di Pulau Jawa, yaitu Ciputat. Perpisahan Ikal dan Arai dengan orang-orang terdekat yang mengantarnya ke pelabuhan diceritakan dengan cukup mengharukan. Bu Muslimah yang ikut mengantar berpesan “Jangan kembali sebelum jadi Sarjana”.
Sampai di Pelabuhan Tanjung Priok pada malam hari, Ikal dan Arai bergegas mencari bis ke Ciputat. Namun tiba-tiba orang didalam bis menariknya ketika ia menanyakan bis tujuan Ciputat, dan kemudian, mereka gagal pada tujuan pertama “Ciputat” dan berdiri di terminal yang bertuliskan “Terminal Baranangsiang” Bogor. Malam pertama mereka tidur di masjid dan keesokan harinya dengan mudah menemukan Kos di dekat kampus IPB. Oleh karena kesempatan untuk berkuliah belum mereka dapatkan, dan mereka butuh uang untuk menyambung hidup, mereka bekerja sebagai tukang foto copy. Mereka juga hampir menjadi sales alat-alat rumah tangga.
Kemudian Ikal mendapat kesempatan mengikuti sejenis training untuk menjadi pegawai Pos di luar kota. Sekembalinya ke kosan di Bogor, Ikal tidak mendapati Arai. Arai tidak memberikan kabar apa-apa. Menurut kabar, Arai sudah berada di Kalimantan. Tahun berikutnya, Ikal berkesempatan kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, sementara ia masih bekerja di kantor Pos. Hingga lulus menjadi Sarjana, Ikal masih belum bertemu dengan Arai. Namun demikian, cita-citanya untuk sekolah di Prancis masih melekat di dadanya. Suatu kesempatan, ada beasiswa S2 di UNI Eropa. Dengan serius Ikal mempersiapkan proposal/papernya. Menurut sang penguji dari Indonesia, papernya tersebut berkompeten menghasilkan penemuan baru.
Meskipun telah lama Ikal tidak bertemu dengan Arai, tapi Ikal tahu bahwa Arai tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Pada tes terakhirnya untuk mendapat beasiswa UNI Eropa tersebut, secara mengejutkan Ikal bertemu Arai. Ia juga berhasil masuk pada tes terakhir. Selama ini Arai kuliah pada jurusan Biologi di Universitas Mulawarman-Kalimantan sekaligus bekerja di toko batu permata. Sambil menungggu pengumuman beasiswa, Ikal dan Arai menyempatkan pulang ke Belitong. Di pelataran depan rumahnya, di sisi ayah ibunya ikal membuka surat, mengumumkan bahwa ia mendapat beasiswa Université de Paris, Sorbonne, Prancis. Dan Arai, di dalam rumah menangis tersedu di depan foto kedua orang tuanya, memegangi surat seperti surat Ikal. Ia juga mendapat beasiswa di Universitas yang sama.   
3.      Kekurangan dan Kelebihan
a.       Kelebihan
·         Sangat menginspirasi pembaca dalam usahanya untuk meraih mimpi.
·         Yang asalnya tidak tahu Belitong jadi tahu, karena latar ceritanya di Belitong.
·         menjadi ladang inspirasi bagi ribuan pelajar dalam mencapai harapan dan cita-citanya.
b.      Kekurangan
·         Bahasa banyak menggunakan peribahasa, sehingga si pembaca sulit untuk memahaminya.
·         Jalan ceritanya terlalu rumit, karena pada awalnya menceritakan kehidupan yang sedang terjadi, kemudian membahas masa lalunya dan kembali ke masa yang sedang terjadi, sehingga pembaca menjadi bingung dan baru mengerti kalau sudah sampai diakhir cerita.


4 komentar:

  1. thanks artikel ini membantu saya dalam menyelesaikan tugas kuliah bahasa dan sastra indonesia

    BalasHapus
  2. ijin copas buat tgs skolah... thanks :D

    BalasHapus
  3. thanks yaa membantu sbg referensi saya dlm review novel :D

    BalasHapus
  4. Izin copas buat tgs, mkasih sebelumnya

    BalasHapus