PUISI
TENTANG HAKIKAT DAN METODE
TENTANG HAKIKAT DAN METODE
HAKIKAT PUISI
¡ "Puisi pada hakikatnya
adalah satu pernyataan perasaan dan pandangan hidup seorang penyair yang
memandang sesuatu peristiwa alam dengan ketajaman perasaannya. Perasaan yang
tajam inilah yang menggetar rasa hatinya, yang menimbulkan semacam gerak dalam
daya rasanya. Lalu ketajaman tanggapan ini berpadu dengan sikap hidupnya
mengalir melalui bahasa, menjadilah ia sebuah puisi, satu pengucapan seorang
penyair."
PUISI:
DEFINISI DAN UNSUR-UNSURNYA
¡ Secara etimologis, kata puisi
dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan.
¡ Dalam bahasa Inggris, padanan
kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem.
¡ Mengenai kata poet,
Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari
Yunani yang berarti membuat atau mencipta.
¡ Dalam bahasa Yunani sendiri, kata
poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang
hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah
orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf,
negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo,
1993:6)
¡ (1) Samuel Taylor
Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan
terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
¡ (2) Carlyle
mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam
puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian
bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
¡ (3) Wordsworth
mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu
perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi
itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
¡ (4) Dunton
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan
kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras,
simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh
perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya
berturu-turut secara teratur).
¡ (5) Shelley
mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup.
Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan
keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan,
bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan
detik-detik yang paling indah untuk direkam.
¡ Shahnon Ahmad (dalam Pradopo,
1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar
tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas,
pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan,
kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
UNSUR-UNSUR PUISI
¡ (1) Richards (dalam
Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang
melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention),
nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata
nyata, majas, ritme, dan rima.
¡ (2) Waluyo (1987)
yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut
pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan
batin pengarang.
¡ (3) Altenberg dan
Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang
unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya
(1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana
retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi:
narasi, emosi, dan tema.
¡ (4) Dick Hartoko
(dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur
tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik
puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke
arah struktur fisik puisi.
¡ (3) Altenberg dan
Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang
unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya
(1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana
retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi:
narasi, emosi, dan tema.
¡ (4) Dick Hartoko
(dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur
tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik
puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke
arah struktur fisik puisi.
¡ (5) Meyer menyebutkan
unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5)
bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
¡ Dari beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa,
(4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9)
ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo
dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada,
rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif,
kata konkret, ritme, dan rima).
METODE PUISIMETODE PUISI
¡ Puisi merupakan hasil kepaduan
beberapa unsur penyusun yang membuat karya tersebut disebut puisi. Menurut
Waluyo (1991:4) puisi dibangun oleh dua unsur pokok yaitu: struktur fisik yang
berupa bahasa, dan struktur batin atau struktur makna.
¡ Struktur fisik puisi atau
struktur kebahasaan puisi disebut juga metode puisi. Medium pengucapan maksud
yang hendak disampaikan penyair adalah bahasa.
STRUKTUR FISIK PUISI
¡ (1) Perwajahan puisi
(tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata,
tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
¡ (2) Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9
(sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan
semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek,
penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu),
penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis
(penggunaan kapital hingga titik)
¡ (3) Imaji, yaitu kata
atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat,
medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
¡ (4) Kata kongkret,
yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya
imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata
kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan
kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi,
kehidupan, dll.
¡ (5) Bahasa figuratif,
yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna
(Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam
majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke,
eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
¡ (6) Versifikasi,
yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope
(tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi
Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan
akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi
bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya
bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
DIKSI
¡ Diksi
atau pilihan kata adalah pemilihan kata oleh penulis untuk menyatakan maksud
(Keraf dalam Wahyudi 1989: 242).
¡ Pemilihan
kata dilakukan untuk mendapatkan kata yang tepat berdasarkan seleksi bentuk,
sinonim, dan rangkaian kata.
¡ Kata-kata
dalam puisi memiliki peranan yang sangat besar. Kekuatan sebuah puisi terletak
pada kata-kata yang digunakan. Keberhasilan sebuah puisi pun terletak pada
pilihan kata yang digunakan. Maka dari itu pilihan kata dalam puisi harus
benar-benar kata yang mewakili apa yang dirasakan oleh penulisnya agar pembaca
dapat merasakan apa yang dirasakan oleh penulis puisi tersebut.
PENGIMAJIAN
¡ Pengimajian
atau daya bayang adalah kemampuan menciptakan citra atau bayangan dalam benak
pembaca. Dengan daya bayang, puisi tidak hanya digunakan
sebagai sarana memberitahukan apa yang dialami atau dirasakan penulis saja,
melainkan juga sebagai alat merasakan apa yang dirasakan, melihat apa yang
dilihat, dan mendengar segala sesuatu yang didengar oleh penulis. Daya bayang
dapat penulis ciptakan dengan menempuh beberapa cara yang di antaranya (1)
penggunaan kata-kata kias, (2) penggunaan lambang-lambang, dan (3) penggunaan
pigura-pigura bahasa, seperti metafora, metonimia, personifikasi, dan
sebagainya.
Contoh Daya Bayang dalam Puisi.
¡ AKU
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulanya terbuang
……………………………..
Chairil Anwar
Penggunaan kata-kata kias dalam puisi”Aku” terlihat pada “Aku ini binatang jalang” yang bermaksud “pemberontak” dan “Dari kumpulanya terbuang” untuk mengiaskan “tidak mau mengikuti aturan umum”. Kata kias yang digunakan memiliki pengaruh yang amat kuat karena di balik kata-kata itu terkandung makna yang jelas yang gampang ditangkap oleh pancaindra.
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulanya terbuang
……………………………..
Chairil Anwar
Penggunaan kata-kata kias dalam puisi”Aku” terlihat pada “Aku ini binatang jalang” yang bermaksud “pemberontak” dan “Dari kumpulanya terbuang” untuk mengiaskan “tidak mau mengikuti aturan umum”. Kata kias yang digunakan memiliki pengaruh yang amat kuat karena di balik kata-kata itu terkandung makna yang jelas yang gampang ditangkap oleh pancaindra.
¡ TERATAI
Kepada Ki Hajar Dewantara
Dalam kebun tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai;
Tersembunyi kembang indah permai.
Tak terlihat orang yang lalu.
Akarnya tumbuh di hati dunia,
……………………………………………..
Sanusi Pane
Kepada Ki Hajar Dewantara
Dalam kebun tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai;
Tersembunyi kembang indah permai.
Tak terlihat orang yang lalu.
Akarnya tumbuh di hati dunia,
……………………………………………..
Sanusi Pane
¡ Puisi “
Teratai” tersebut adalah contoh penggunaan lambang dalam penulisan puisi. Bunga
teratai yang menjadi ibarat dari Ki Hajar Dewantara (Suharianto: 2005). Menurut
Jabrohim dkk (2003:36) hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut
pencitraan atau pengimajian. Pengimajian digunakan untuk memberi gambaran yang
jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam
pikiran dan pengindraan, untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan
mental, atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan.
¡ Pencitraan
atau pengimajian dapat dikelompokkan menjadi tujuh macam, yaitu (1) citraan
penglihatan, yang dihasilkan dengan memberi rangsangan indra penglihatan, yang
dihasilkan dengan memberi rangsangan indra penglihatan sehingga hal-hal yang
tidak terlihat seolah-olah kelihatan, (2) citraan pendengaran yang dihasilkan
dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara atau berupa onomatope dan
persajakan yang berturut-turut, (3) citraan penciuman, (4) citraan pencecapan,
(5) citraan rabaan, yakni citraan yang berupa rangsangan-rangsangan kepada
perasaan atau sentuhan, (6) citraan pikiran/intelektual, yakni citraan yang
dihasilkan oleh asosiasi pikiran, (7) citraan gerak, dihasilkan dengan cara
menghidupkan dan memvisualkan sesuatu hal yang tidak bergerak menjadi bergerak
(Jabrohim dkk 2003:39).
KATA KONKRET
¡ Menurut
Jabrohim dkk (2003:41) kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh
penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan
maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Sebagai contoh yang
diungkapkan oleh Jabrohim, untuk melukiskan dunia pengemis yang penuh kemayan,
penyair menulis: Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/gembira dari
kemayaan ruang. Untuk melukiskan kedukaannya, penyair menulis: bulan di atas
itu tak ada yang punya/kotaku hidupnya tak punya tanda.
BAHASA
FIGURATIF atau KIASAN
¡ Bahasa
figuratif pada dasarnya adalah bentuk penyimpangan dari bahasa normatif, baik
dari segi makna maupun rangkaian katanya, dan bertujuan untuk mencapai arti dan
efek tertentu (Jabrohim dkk 2003:42). Pencapaian arti atau efek tertentu tergantung jenis
kiasan yang digunakan. Pradopo (dalam Jabrohim dkk 2003:44) mengelompokkan
bahasa figuratif menjadi enam jenis, yaitu simile, metefora, epik-simile,
personifikasi, metonimi, sinekdoks, dan allegori.
1. Simile
¡ Simile
adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang
sesungguhnya tidak sama (Jabrohim dkk 2003:44).
Sebagai sarana dalam upaya menyamakan hal yang berlainan tersebut simile
menggunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, seperti, sebagai, bak,
seumpama, laksana, serupa, sepantun, dan sebagain
2. Metafora
¡ Metafora
adalah bentuk bahasa figuratif yang memperbandingkan sesuatu hal dengan hal
lainnya yang pada dasarnya tidak serupa (Jabrohim dkk 2003:45).
3. Epik-simile
¡ Epik
simile atau perumpamaan epos ialah pembandingan yang dilanjutkan atau
diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingan
lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut
(Jabrohim dkk 2003:49). Menurut Baribin (1990:49) simile epik, ialah
perumpamaan yang dilanjutkan atau diperpanjang. Contoh: “Tidurlah bocah di atas
bumi yang tak tidur.
4. Personifikasi
¡ Menurut Baribin (1990:50)
personifikasi ialah mempersamakan benda dengan manusia, hal ini menyebabkan
lukisan menjadi hidup, berperan menjadi lebih jelas, dan memberikan bayangan
angan yang konkret.
Contoh: “awan pun terdiam”.
5. Metonimi
¡ Metonimi adalah pemindahan
istilah atau nama suatu hal atau benda ke suatu hal atau benda lainnya yang
mempunyai kaitan rapat (Jabrohim dkk 2003:51). Menurut Alternbornd (dalam
Baribin 1990:50) metonimia, ialah penggunaan sebuah atribut dari suatu objek
atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk
menggantikan objek tersebut. Metonimi juga sering disebut dengan bahasa kiasan
pengganti nama. Misalnya: “senja kian berlalu”. Senja artinya maut atau
kesusahan.
6. Sinekdoki
¡ Sinekdoki adalah bahasa figuratif
yang menyebutkan suatu bagian penting dari suatu benda atau hal untuk benda
atau hal itu sendiri (Jabrohim dkk 2003: 52). Menurut Baribin (1990:50) sinekdoki ada dua macam,
yakni (1) pars pro toto, yaitu sebagian untuk keseluruhan; (2) totum pro parte:
keseluruhan untuk sebagian. Contoh pars pro toto: “Tidakkah siapapun lahir
kembali di detik begini” dan “hatimu yang mendengar semesta dunia”. Contoh
totum pro parte: “Sampai engkau bangkit dan seluruh pulau mendengarkan”.
VERSIFIKASI ATAU RIMA DAN IRAMA
¡ Bunyi dalam puisi menghasilkan
versifikasi atau ritma dan rima. Secara umum ritma dikenal sebagai irama atau
wirama, yakni pengertian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa
dengan teratur (Jabrohim dkk 2003: 53). Rima adalah istilah lain dari persajakan
atau persamaan bunyi, sedangkan irama sering juga disebut dengan ritme
atau tinggi rendah, panjang pendek, keras lembut, atau cepat dan lambatnya kata
atau baris-baris suatu puisi bila puisi tersebut dibaca. Rima dan irama ini
memiliki peran yang sangat penting karena keduanya sangat berkaitan dengan nada
dan suasana puisi (Suharianto 2005: 45-49).
CONTOH PENGGUNAAN
RIMA DAN IRAMA DALAM PUISI:
¡ MINANG
Inilah tanah, di mana Sabai dilahirkan
Di mana Malin, si Durhaka, menerima kutukan
di mana kaba ialah sebagian dari kehidupan
dan beragam pantun mengalun dalam kesunyian
Sepi di sini sepi batu dan sepi gunung
Sepi hutan-hutan hijau melingkung
padang-padang lalang sejauh mata merenung
di atasnya mengambang rawan suara lesung
…………………………………………….
(Hartoyo Andang jaya)
Inilah tanah, di mana Sabai dilahirkan
Di mana Malin, si Durhaka, menerima kutukan
di mana kaba ialah sebagian dari kehidupan
dan beragam pantun mengalun dalam kesunyian
Sepi di sini sepi batu dan sepi gunung
Sepi hutan-hutan hijau melingkung
padang-padang lalang sejauh mata merenung
di atasnya mengambang rawan suara lesung
…………………………………………….
(Hartoyo Andang jaya)
¡ Dari contoh puisi tersebut
terlihat bagaimana rima dan irama merupakan unsur yang sangat berperan dalam
menghidupkan suatu puisi. Dengan rima dan irama yang terdapat dalam puisi
tersebut, nada dan suasana yang hendak digambarkan penyair menjadi lebih nyata
dan lebih mudah dibayangkan oleh pembacanya.
Rima dibedakan
atas tiga macam:
¡ 1. Berdasarkan bunyinya,
terbagi atas asonansi (rima karena persamaan vokal) dan aliterasi (rima karena
persamaan konsonan),
¡ 2. Berdasarkan letak dalam
kata, rima terbagi atas rima mutlak (seluruh vokal dan konsonan sama), rima
sempurna (salah satu suku katanya sama), dan rima tak sempurna (bila dalam
salah satu suku kata hanya vokal atau konsonan saja yang sama),
¡ 3. Berdasarkan letaknya dalam
baris, rima terbagi atas rima awal (terdapat pada awal baris), rima tengah,
rima horisontal (terdapat pada baris yang sama), dan rima vertikal (terdapat
pada baris yang berlainan).
TIPOGRAFI
¡ Tipografi adalah cara penulisan
suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati
secara visual (Aminuddin 2002: 146).
Tipografi merupakan bentuk fisik atau penyusunan baris-baris dalam puisi.
Peranan tipografi dalam puisi adalah untuk menampilkan aspek artistik visual dan untuk menciptakan nuansa makna tertentu. Selain itu, tipografi juga berperan untuk menunjukan adanya loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyair.
Peranan tipografi dalam puisi adalah untuk menampilkan aspek artistik visual dan untuk menciptakan nuansa makna tertentu. Selain itu, tipografi juga berperan untuk menunjukan adanya loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyair.
STRUKTUR BATIN PUISI
¡ (1) Tema/makna (sense);
media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
¡ (2) Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
¡ (3) Nada (tone),
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan
rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja
kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
¡ (4)
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang
mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum
penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
TEMA
¡ Tema adalah sesuatu yang menjadi
pikiran pengarang (Jabrohim dkk 2003:65). Menurut Waluyo (2003:17) tema
adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan penyair melalui
puisinya. Semua karya terkhusus karya sastra pasti memiliki tema yang
merupakan pokok permasalahan yang diangkat dalam menulis karya sastra itu.
PERASAAN (Feeling)
¡ Feeling adalah sikap penyair
terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya (Aminuddin 2002:150). Sikap tersebut adalah sikap yang
ditampilkan dari perasaan penyair, misalnya sikap simpati, antipati, senang,
tidak senang, rasa benci, rindu, dan sebagainya.
NADA
DAN SUASANA
¡ Sikap penyair kepada pembaca
disebut nada puisi, sedangkan keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau
akibat yang ditimbulkan puisi terhadap perasaan pembaca disebut suasana. Nada
mengungkapkan sikap penyair, dari sikap itu terciptalah suasana puisi. Ada
puisi yang bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius
(sungguh-sungguh), patriotik, belas kasih (memelas), mencemooh, kharismatik,
filosofis, khusyuk, dan sebagainya (Waluyo 2009:37).
AMANAT
¡ Amanat atau tujuan adalah hal
yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat dapat ditemukan setelah
mengetahui tema, perasaan, nada, dan suasana puisi. Amanat yang hendak
disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair,
namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan (Jabrohim dkk
2003:67).
Sedangkan menurut Waluyo (2003:40) amanat, pesan atau nasehat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Cara pembaca menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan pandangan pembaca terhadap suatu hal.
Amanat berbeda dengan tema. Dalam puisi, tema berkaitan dengan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra (Jabrohim dkk 2003:67). Arti dalam puisi bersifat lugas, objektif dan khusus, sedangkan makna puisi bersifat kias, objektif, dan umum.
Sedangkan menurut Waluyo (2003:40) amanat, pesan atau nasehat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Cara pembaca menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan pandangan pembaca terhadap suatu hal.
Amanat berbeda dengan tema. Dalam puisi, tema berkaitan dengan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra (Jabrohim dkk 2003:67). Arti dalam puisi bersifat lugas, objektif dan khusus, sedangkan makna puisi bersifat kias, objektif, dan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar