ABSTRAK
ANALISIS
PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO BERDASARKAN PENDEKATAN
SOSIOLOGI SASTRA
OLEH:
SUMARNI.
Kata
kunci: sastra, puisi, sosiologi sastra.
Makalah ini di latar belakangi oleh
konsep sosiologi sastra yang didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis
oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan makhluk yang mengalami
sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Sosiologi sastra
berupaya meneliti hubungan sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya.
Sosiologi sastra merupakan
pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga
bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Karya sastra dilihat
hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan
kenyataan yang menggambarkan kehidupan dari kenyataan sosial.
Analisis
data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan metode deskriptif
kuantitatif.
Dalam
analisis puisi hujan bulan Juni, hujan digambarkan sebagai seorang tokoh atau
manusia yang memiliki sifat tabah, arif, dan bijaksana. Dan hujan disini
merupakan metafor dari kehidupan manusia.
Jadi
kesimpulannya, Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat atau
diasumsikan sebagai salinan kehidupan, tapi tidak seluruhnya dapat tergambar
dalam sastra, hanya gambaran masalah masyarakat secara umum yang ditinjau dari
sudut lingkungan tertentu yang terbatas. Seperti pada puisi hujan bulan juni,
yang menggambarkan tentang perasaan seseorang yang tak sempat untuk diucapkan,
bahkan berusaha untuk menghapusnya dan membiarkannya untuk tetap tak
tersampaikan.
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Analisis Pendekatan Sosiologi Sastra
Pada Puisi Hujan Bulan Juni”.
Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas akhir mata kuliah “Apresiasi dan Kajian Puisi”. Dalam
proses pendalaman materi pendekatan Sosiologi Sastra.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,
khususnya kepada :
- Ibu Rae Dadela, S.S, M.Pd. selaku Dosen mata kuliah yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
- Kepada ayah dan ibu tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis, baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
- Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Demikian
makalah ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun
pendengar.
Baleendah, 01 Juli 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Abstrak
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................... 3
1.3 Tujuan..................................................................................................... 3
1.4 Manfaat................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI..................................................................................... 4
2.1 Pengertian
Sosiologi Sastra..................................................................... 4
2.2 Teori
Pendekatan Sosiologi Sastra.......................................................... 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 12
3.1 Data dan
Sumber Data............................................................................ 12
3.2 Metode
Pengumpulan Data.................................................................... 12
3.3 Metode Analisis
Data............................................................................. 13
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 15
BAB V KESIMPULAN....................................................................................... 19
Daftar Pustaka....................................................................................................... 20
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Konsep
sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang
pengarang, dan pengarang merupakan a
salient being, makhluk yang mengalami
sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra
juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai
dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki
keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya, dan
sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan
masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993).
Konsep
dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles
yang mengajukan istilah ‘mimesis’, yang menyinggung hubungan antara sastra dan
masyarakat sebagai ‘cermin’. Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau
peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti
dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad
sangat memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van
Luxemburg, 1986:15).
Menurut
Plato, setiap benda yang berwujud mencerminkan suatu ide asti (semacam gambar
induk). Seni pada umumnya hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang
‘kenyataan’ (yang juga hanya tiruan dari kenyataan yang sebenarnya) sehingga
tetap jauh dari kebenaran.
Aristoteles
juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni menggambarkan kenyataan, tetapi
dia berpendapat bahwa mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkan
juga menciptakan sesuatu yang baru karena kenyataan itu tergantung pula pada
sikap kreatif orang dalam memandang kenyataan. Jadi sastra bukan lagi copy
(jiplakan) atas copy (kenyataan) melainkan sebagai suatu ungkapan atau
perwujudan mengenai universalia (konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang
wujudnya kacau, penyair memilih beberapa unsur lalu menyusun suatu gambaran
yang dapat kita pahami, karena menampilkan kodrat manusia dan kebenaran
universal yang berlaku pada segala jaman.
Sosiologi
sastra tidak terlepas dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya
sastra sebagai objek yang dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan
terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi
sosial.
Sosiologi
sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak penelitian-penelitian yang
menggunakan teori strukturalisme dianggap mengalami stagnasi. Didorong oleh
adanya kesadaran bahwa karya sastra harus di fungsikan sama dengan aspek-aspek
kebudayaan yang lain, maka karya sastra harus dipahami sebagai bagian yang tak
terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, dapat disusun beberapa rumusan masalah seperti dibawah ini :
1. Apa
yang dimaksud dengan pendekatan sosiologi sastra?
2. Bagaimana
teori tentang pendekatan sosiologi sastra?
3. Bagaimana
penerapan sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah karya sastra?
1.3
Tujuan
Untuk menjelaskan
pengertian sosiologi sastra, teori pendekatan sosiologi sastra, dan
penerapannya dalam menganalisis sebuah karya sastra (puisi).
1.4
Manfaat
Melalui makalah ini
pembaca atau audien dapat mengetahui pengertian sosiologi sastra, beberapa
teori sosiologi sastra dan dapat menggunakan pendekatan tersebut dalam
menganalisis sebuah karya sastra.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1
Pengertian
Sosiologi Sastra
Sosiologi
sastra berasal dari kata sosiologi
dan sastra. Sosiologi berasal dari
kata sos (Yunani) yang berarti
bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos)
berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan,
mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya
memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian,
hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara
dianetral.
Sosiologi adalah ilmu objektf
kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya
terjadi (das solen). Sebaliknya karya
sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
Sosiologi sastra merupakan
pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga
bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan
sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh
mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan disini mengandung arti
yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang
diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh
perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa
sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya,
fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari,
bisa di observasi, di foto, dan di dokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu
diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan,
analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam
bentuk karya sastra.
Sastra menyajikan gambaran
kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan
sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat
dengan orang-orang, antar manusia, antar peristiwa yang terjadi dalam batin
seseorang. Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan
kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah
“kebenaran” penggambaran atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek dan Warren
mengingatkan, bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi
keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan
fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang
tidak disengaja dituliskan oleh pengarang, atau karena hakikat karya sastra itu
sendiri yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara
tidak langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu.
Pengarang merupakan anggota yang
hidup dan berhubungan dengan orang- orang yang berada disekitarnya, maka dalam
proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh
lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah
masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan,
peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya. Dengan demikian,
sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari kekosongan sosial. Artinya
karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan
menceritakan kebudayaan-kebudayaan yang melatar belakanginya.
2.2
Teori Pendekatan Sosiologi Sastra
Menurut Ratna (2003 : 2) ada
sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam
rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat,
antara lain:
1.
Pemahaman
terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya.
2.
Pemahaman
terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang
terkandung didalamnya.
3.
Pemahaman
terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatar
belakanginya.
4.
Sosiologi
sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat.
5.
Sosiologi
sastra berusaha menemukan kualitas interdependensi antara sastra dengan
masyarakat.
Wellek dan Warren (1956: 84, 1990:
111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :
1. Sosiologi pengarang, profesi
pengarang, dan institusi sastra, masalah yang berkaitan disini adalah dasar
ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan idiologi
pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya sastra,
karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai
makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga
dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi
tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki
peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek dan Warren, 1990: 112)
2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan
karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang
tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang
umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai
potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990: 122) Beranggapan dengan
berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang
pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Bagi
Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber
sejarah peradaban.
3. Sosiologi sastra yang memasalahkan
pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi
masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak
orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam
kehidupannya.
Klasifikasi
Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam Damono, 1989 :
3-4) yang meliputi hal-hal berikut:
1. Konteks Sosial Pengarang
Ada
kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan
masyarakat, pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi
karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan dengan :
1) Bagaimana pengarang mendapat mata
pencahariannya, apakah ia mendapatkan dari pengayoman masyarakat secara
langsung, atau pekerjaan yang lainnya;
2) Profesionalisme dalam
kepengaragannya; dan
3) Masyarakat apa yang dituju oleh
pengarang.
2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Maksudnya
seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat. Pengertian
“cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah tafsirkan dan
disalah gunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai
cermin masyarakat adalah :
1) Sastra mungkin tidak dapat dikatakan
mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat
ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis;
2) Sifat “lain dari yang lain” seorang
pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam
karyanya;
3) Genre sastra sering merupakan sikap
sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh mayarakat;
4) Sastra yang berusaha untuk
menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat
dipercaya sebagai cermin masyarakat.
Sebaliknya,
sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat
mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan informasi tentang
masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan
jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.
3. Fungsi Sosial Sastra
Maksudnya
seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam hubungan
ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1) Sudut pandang ekstrim kaum Romantik
yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena
itu, sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak;
2) Sastra sebagai penghibur saja;
3) Sastra harus mengajarkan sesuatu
dengan cara menghibur.
Menurut
Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra
memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam
kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:
1. Karya sastra ditulis oleh pengarang,
diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, dan ketiganya adalah
anggota masyarakat.
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat,
menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada
gilirannya juga di fungsikan oleh masyarakat.
3. Medium karya sastra baik lisan
maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya
telah mengandung masalah kemasyarakatan.
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan,
agama, adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung
estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap
ketiga aspek tersebut.
5.
Sama
dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat
menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Berdasarkan
uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui
tiga perspektif. Pertama, perspektif
teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan
masyarakat dan sebaliknya. Kedua,
persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang.
Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan
sosial, budayanya. Ketiga, perspektif
reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks
sastra.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Data
Dan Sumber Data
1.
Data
Data yang akan di kaji
dalam penelitian ini adalah puisi yang berjudul Hujan Bulan Juni yang di
metaforkan sebagai sisi kehidupan manusia.
2.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diambil dari beberapa
situs di internet dan buku Paradigma Sosiologi Sastra yang diterbitkan oleh PT.
Pustaka Pelajar tahun 2003.
3.2 Metode
Pengumpulan Data
1.
Metode
Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah
metode yang digunakan untuk menemukan masalah yang diteliti dengan memanfaatkan
pustaka. Dalam hal ini masalah yang akan diteliti adalah tentang pendekatan sosiologi
sastra dalam puisi “Hujan Bulan Juni”
karya Sapardi Djoko Damono.
Hal yang sangat mendasari
peneliti mengambil sajak ini adalah karena sajak ini menceritakan “Hujan Bulan
Juni” yang di metaforkan sebagai sisi kehidupan manusia.
3.3 Metode
Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh melalui metode pengumpulan data, sehingga dapat dipahami dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Yudin, 2007:81). Metode yang
digunakan dalam menganalisis data adalah metode deskriptif kualitatif dan metode
deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang
digunakan untuk memaparkan (mendeskripsi) informasi tertentu, suatu gejala,
peristiwa, kejadian sebagaimana adanya. Pada penelitian deskriptif tidak
diadakan perlakukan terhadap variabel-variabel yang akan di deskripsikan dan tidak
menggunakan angka-angka (Anggoro, dkk, 2007:65).
Dalam menganalisis data, maka ada beberapa prosedur yang akan digunakan
diantaranya.
1.
Identifikasi Data
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap identifikasi data adalah
sebagai berikut :
a.
Memasukkan data yang penting dan benar-benar
dibutuhkan;
b.
Hanya memasukkan data yang bersifat objektif; dan
c.
Hanya memasukkan data yang outentik.
2.
Klasifikasi Data
a.
Pengklasifikasian data yaitu penggolongan aneka ragam
data itu ke dalam kategori-kategori yang jumlahnya terbatas.
b.
Koding yaitu usaha mengklasifikasikan uraian data
dengan jalan menandai masing-masing kode tertentu.
3.
Interpretasi Data
Dalam
interpretasi data merupakan acuan penarikan kesimpulan, penulis menggunakan
metode deduksi. Metode deduksi adalah suatu pola pemikiran untuk mengambil
kesimpulan dimulai dari hal-hal yang sifatnya umum untuk mengajak kepada
hal-hal yang khusus. Metode ini digunakan untuk menganalisa menentukan data
tentang pengkajian sosiologi sastra dalam puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi
Djoko Damono.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Analisis
Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono
Penerapan Pendekatan Sosiologi Sastra
dalam Analisis Puisi Hujan Bulan Juni
Hujan Bulan Juni
Oleh : Sapardi Djoko Damono
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada
yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada
yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
1989
Hujan dalam puisi tersebut seolah menjelma
menjadi tokoh yang begitu dekat dengan pembaca, bahkan dapat mewakili diri
pembaca sendiri, karena mungkin pembaca memiliki rasa yang sama dengan apa yang
dirasakan oleh hujan bulan Juni dalam puisi tersebut, yaitu :
Ø Hujan bulan Juni yang tabah, yang menahan
dirinya (cintanya) untuk tidak turun ke bumi karena belum waktunya. Ini bisa
diartikan sebagai seseorang yang menahan perasaannya (rindu atau cintanya)
kepada seseorang karena belum waktunya untuk disampaikan.
Ø Hujan bulan Juni yang bijaksana, karena mampu
menahan diri dan rindunya untuk bertemu dengan bunga-bunga (yang dicintainya).
Ø Hujan bulan Juni yang arif, karena
dibiarkannnya (cintanya) yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga.
Puisi tersebut juga menggambarkan seseorang
yang memiliki rasa rindu atau cinta kepada orang lain, tetapi karena suatu hal
seseorang tersebut menjadi ragu-ragu atau merasa tidak mungkin untuk
menyampaikannya, dan mencoba untuk menghilangkan atau menghapuskan rasa yang
dimilikinya itu dan membiarkannya untuk tetap tak tersampaikan.
Bila dikaitkan dengan kenyataan sehari-hari,
dari judulnya saja itu sudah merupakan sesuatu yang hampir tidak mungkin.
Karena bulan Juni termasuk dalam musim kemarau, hujan tidak mungkin turun. Dan
jika dilihat dari tahun penciptaan puisinya yaitu tahun 1989, yang pada saat
itu musim kemarau dan musim hujan masih berjalan secara teratur, tidak seperti
sekarang. Karena itulah hujan harus menahan diri untuk tidak turun ke bumi.
Jadi, dapat ditafsirkan bahwa hujan bulan Juni merupakan gambaran atau
pengistilahan dari perasaan rindu atau cinta sang penyair kepada seseorang yang
ditahan, yang tak mungkin untuk disampaikan, dan membiarkannya untuk tetap tak
tersampaikan.
Jika dilihat dari sisi penyairnya mungkin
pada waktu itu si penyair ingin menyampaikan sesuatu kepada seseorang, tetapi
tidak dapat disampaikan karena mungkin ada suatu hal yang menghalanginya untuk
menyampaikan sesuatu itu, si penyair juga berusaha untuk menghapuskan
jejak-jejak perasaannya yang ragu-ragu untuk disampaikan, dan si penyair hanya
bisa menyampaikannya lewat sebuah puisi.
Disini penyair menyampaikan sebuah pesan kepada
pembaca atau masyrakat yaitu beberapa aspek etika agar pembaca atau masyrakat
diharapkan memiliki sifat-sifat yang di ibaratkan pada puisi hujan bulan juni,
yaitu sifat tabah, bijak, dan arif dalam menghadapi segala sesuatu atau dalam
mengambil suatu keputusan.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir
di Surakarta,
20 Maret
1940; umur 72 tahun) ialah seorang pujangga Indonesia yang
terkemuka, yang termasuk dalam sastrawan angkatan 70’an. Ia dikenal dari
berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata yang sederhana tapi mampu
untuk membawa pembaca dalam dunianya dan seolah-olah merasakan apa yang
dirasakan olehnya, sehingga beberapa di antaranya sangat populer.
Beberapa
puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku
Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan),
Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga,
dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini
sebagian disebabkan musikalisasi
terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam
duet “Dua Ibu”). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan
interpretasi atas beberapa karya SDD (Sapardi Djoko Damono).
Sehingga banyak puisi Sapardi yang dijadikan
musikalisasi puisi yang kemudian melahirkan beberapa album musikalisasi, salah
satunya yaitu album “Hujan Bulan Juni” (1990) yang seluruhnya merupakan
musikalisasi dari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono.
BAB
V
PENUTUP
Kesimpulan
Sastra dapat dikatakan sebagai
cermin masyarakat, atau diasumsikan sebagai salinan kehidupan, tidak berarti
struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar dalam sastra, hanya gambaran
masalah masyarakat secara umum yang ditinjau dari sudut lingkungan tertentu
yang terbatas. Sosiologi sastra lebih memperoleh tempat dalam penelitian sastra
karena sumber-sumber yang dijadikan acuan mencari keterkaitan antara
permasalahan dalam karya sastra dengan permasalahan dengan masyarakat lebih
mudah diperoleh.
Berdasarkan analisis di atas, dapat
disimpulkan bahwa hujan bulan juni adalah metafor dari kehidupan yang dijalani
manusia. Hal tersebut dapat disebut sebagai tema pertama. Kemudian telah
dijelaskan pula aktifitas benda mati, dalam puisi tersebut hujan bulan juni memiliki
sifat seperti manusia yaitu tabah, arif, dan bijaksana yang mungkin pembaca
atau masyrakat ingin meniru dan bahkan ingin mempunyai sifat-sifat seperti yang
di miliki hujan bulan juni tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Siti Aida. 2009. Sosiologi sastra sebagai pendekatan
menganalisis karya sastra. http://kajiansastra.blogspot.com/.
15 April 2009.
Elistia, inong. 2012. Sosiologi sastra sebagai pendekatan
menganalisis karya sastra. http://inongelistia.blogspot.com/.
02 April 2012.
Ratna, Nyoman Khuta.
2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wikipedia. 2011. Sapardi Djoko Damono-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sapardi_Djoko_Damono.
10 Desember 2012
Mau nanya gan. Klo boleh tau puisi Hujan Dibulan Juni dimana letak unsur ekstrinsik sosiologi nya?
BalasHapusMau nanya gan. Klo boleh tau puisi Hujan Dibulan Juni dimana letak unsur ekstrinsik sosiologi nya?
BalasHapus