BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan sastra
sekarang ini sangat pesat dan keluar dari kaidah-kaidah penulisan yang ada.
Banyak hal-hal baru yang muncul dan tidak sesuai dengan konvensi-konvensi. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai pendekatan semiotik dalam
analisis puisi.
Studi sastra bersifat semiotik
merupakan usaha untuk menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya,
sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang
memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di
dalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan
dihasilkan bermacam-macam makna.
Semiotik seperti yang diungkapkan
oleh Rachmat Djoko Pradopo yaitu bahwa bahasa sebagai medium karya sastra sudah
merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai
arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada
seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna cat sebelum digunakan dalam lukisan
masih bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa sedangkan kata-kata
(bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang
mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau
ditentukan oleh konvensi-konvensi masyarakat. Lambang-lambang atau tanda-tanda
kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi
masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau
ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut
dengan semiotik. Begitu pula ilmu yang mempelajari sistem tanda-tanda itu
disebut semiotika (2009:121).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami
pendekatan struktur semiotik dalam analisis puisi dan aplikasinya.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan semiotik?
2.
Bagaimana untuk memahami analisis semiotik?
3.
Siapakah tokoh dalam teori semiotik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Semiotik
Semiotik
(semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau sign.
Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif,
mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat
dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980).
A.Teew (1984:
6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian
disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan
aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas
di dalam masyarakat mana pun. Menurut Pradopo (2005: 121), semiotik merupakan
sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian
masyarakat). Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa
satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti konvensional masyarakat. Teori semiotik
tidak terlepas dari kode-kode untuk member makna terhadap tanda yang ada dalam
karya sastra. Kode-kode merupakan objek semiotik sebab kode-kode itu merupakan
sistem-sistem yang mengatasi dan menguasai pengirim dan penerima tanda atau
manusia pada umumnya (Pradopo, 1995: 26).
Teori
semiotik memperhatikan segala faktor yang ikut memainkan peranan dalam komunikasi,
seperti faktor pengirim tanda, penerimaan tanda, dan struktur tanda itu
sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas diketahui karya sastra itu merupakan
struktur bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda
yang mempunyai makna yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.
Dalam usaha menangkap, memberi, dan memahami makna yang terkandung didalam
karya sastra, pembacalah yang sangat berperan. Karya sastra tidak akan
mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya.
B. Analisis Semiotik
Menganalisis
sajak itu bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap
dan memberi makna kepada teks sajak. Karya sastra itu merupakan struktur yang
bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan sistem tanda yang
mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.
Bahasa
sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan,
yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahan
yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan.
Warna cat sebelum digunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum
mempunyai arti apa-apa, sedangkan kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam
karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh
perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh konvensi masyarakat.
Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang
mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan
yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem
ketandaan itu disebut semiotik atau semiologi.
C. Teori Semiotik
Teori
semiotik dipaparkan oleh dua tokoh yang hidup sezaman, namun mereka tidak
pernah bertemu, bekerja secara terpisah yakni seorang ahli linguistik yaitu
Ferdinand De Saussure (1857-1913) dan seorang ahli filsafat bermadhab Anglo
Amerika yang bernama Charles Sander Peirce (1839-1913). Saussure menyebut ilmu
tersebut dengan istilah semiologi dan Peirce menyebutnya semiotik.
1.
Ferdinand De Saussure
Teori
Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori
ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan
pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal
melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang
terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nilai yang terkandung didalam
karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda
dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika
signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam
sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial
diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Menurut
Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau
penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam
berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek
dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure
disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan
interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure
memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan
dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier)
dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified).
Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak
dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).
2.
Charles Sander Peirce
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle
meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan
interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap
oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri sedangkan acuan tanda
ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi
referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari
orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau
makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal
yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah
tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka
gadis itu sedang mengkomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa
jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira
muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang
memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik
dan menggairahkan.
Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari
kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda
yang muncul dari hubungan sebab-akibat).
·
Ikon
Ikon (iconic sign) adalah segala sesuatu yang dapat
dikaitkan dengan sesuatu yang lain. Hubungannya terletak pada persamaan atau
kemiripan. Tanda ikonik dapat mengungkapkan sesuatu karena antara penanda dan
petanda memiliki keserupaan atau kemiripan wujud ataupun kualitas-kualitas
tertentu. Ikon adalah ungkapan ‘tanda’ suatu objek berdasarkan persepsi
imajinatif yang mengaitkan objek tersebut dengan objek lain yang belum tentu
ada. Contohnya adalah foto, yang mewakili gambar aslinya, miniatur atau patung
yang mirip dengan yang aslinya. Karena terdapat kesamaan di antara penanda dan
petanda, maka ikon adalah qualisign (kualitas tanda), maka proses semiotis ini
dinamakan oleh Peirce dengan firstness.
Zoest mengurai ikon dalam tiga macam perwujudan: 1)
ikon spasial atau topologis, yang ditandai dengan adanya kemiripan antara ruang
atau profil dan bentuk teks dengan apa yang diacunya; 2) ikon relasional atau
diagramatik, di mana terjadi kemiripan antara hubungan dua unsur tekstual
dengan hubungan dua unsur acuan; dan 3) ikon metafora, di sini bukan lagi
dilihat adanya kemiripan antara tanda dan acuan, namun antara dua acuan,
artinya dua acuan dengan tanda yang sama (Dahana, 2001: 22; Sobur, 2004: 158).
·
Simbol
Simbol (symbolic sign) menekankan pada kesepakatan,
kebiasaan atau konvensi masyarakat yang melandasi hubungan arbitrer antara
penanda dan petanda. Karena tanda simbolis sepenuhnya didasarkan pada
kesepakatan masyarakat, maka masyarakat dalam lingkup yang berbeda sangat
mungkin memahami tanda dengan makna yang berbeda.
Simbol adalah ungkapan ‘tanda’ suatu objek berdasarkan
konsep tertentu, biasanya asosiasi terhadap suatu gagasan umum. Sebagai contoh,
tugu Monas tidak terdapat relasi yang serupa ataupun logis dengan kota Jakarta,
namun tugu ini dijadikan simbol kota Jakarta. Atau contoh lain misalnya
mengangguk yang berarti setuju atau mengiyakan, menggeleng berarti tidak, tidak
terdapat hubungan apapun dengan arti yang dimaksud. Kesemuanya itu berdasarkan
kesepakatan. Peirce mengungkapkan (Sobur, 2004: 159), istilah simbol
sehari-hari lazim disebut kata (word), nama (name), dan label (label).
·
Indeks
Indeks (indexical sign) menunjukan pada sesuatu, bukan
berdasarkan pada kemiripan tetapi lebih menekankan pada keterkaitan logisnya
atau hubungan kausalitasnya (sebab-akibat). Indeks adalah ungkapan ‘tanda’ atau
representasi suatu objek akibat hubungan dinamis antara objek yang diterima secara
fisik dan mempengaruhi perasaan atau ingatan seseorang dalam pembentukan
persepsinya. Contohnya asap menunjukkan adanya api. Indeks adalah tanda yang
sifatnya tergantung dari keberadaannya suatu denotasi, sehingga dalam
terminologi Peirce merupakan suatu secondness.
Bahasa yang
merupakan sistem tanda yang kemudian dalam karya sastra menjadi mediumnya itu
adalah sistem tanda tingkat pertama. Dalam ilmu tanda-tanda atau semiotik, arti
bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama itu disebut meaning (arti). Karya sastra itu juga meupakan sistem tanda yang
berdasarkan konvensi masyarakat (sastra). Karena sastra (karya sastra)
merupakan sistem tanda yang lebih tinggi (atas) kedudukannya dari bahasa, maka
disebut sistem semiotik tingkat kedua.
Meskipun sastra itu dalam sistem semiotik tingkatannya
lebih tinggi daripada bahasa, namun sastra tidak dapat lepas pula dari sistem
bahasa. Hal ini disebabkan oleh apa yang telah dikemukakan, yaitu bahasa itu
sudah merupakan sistem tanda yang mempunyai arti berdasarkan konvensi tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari secara
sistematik tanda-tanda dan lambang-lambang
Tokoh dalam aliran semiotik yaitu Ferdinand De Saussure yang membagi
semiotik menjadi 2 bagian yaitu penanda dan petanda. Sedangkan menurut Charles
Sander Peirce tanda terbagi menjadi 3 yaitu simbol, ikon, dan indeks.
Simbol à
hubungan tanda dengan objek karena ada kesepakatan.
Indeks à
hubungan tanda dengan objek karena ada hubungan sebab-akibat.
Ikon à
hubungan tanda dengan objek karena serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar