Meraih cahaya dalam gulita
Karya : Yemi Wulandari
Berpacu
dengan waktu lumuran keringat basahi dahi, terik mentari bakar bumi seakan tiada
peduli berjuang demi sesuap nasi. Aku duduk terdiam memandangi penomena yang
terjadi, betapa kerasnya kehidupan dunia tanpa peduli rasa dan asa sosok
manusia. Terlintas di pikiran akan impian dan masa depan yang aku harapkan
mengingat banyak lulusan sarjana namun menyandang status pengangguran.
Nama
ku Yemi Wulandari, sekarang aku duduk di bangku kuliah semester 3 fakultas ilmu
pendidikan di UNIBBA, suatu hari ketika menjalani perkuliahan seperti biasa
setiap pergantian mata kuliah. Aku singgah di kosan temanku untuk sejenak
membaringkan badan dan menenangkan pikiran dari lelah, dan kebetulan saat itu
temanku belum sampai di kosan karena ada keperluan, aku pun menunggunya duduk
di kursi depan kosan sembari menatap orang orang yang sedang bekerja
memperbaiki jalan, sungguh miris melihat mereka bekerja keras dengan keringat
mengucur deras tanpa peduli panasnya mentari yang membakar kulit mereka, saling
bantu saling membahu tuk menyelasaikan pekerjaan itu. Beberapa saat kemudian
temanku datang dan membuka kan pintu kosan untuk mempersilahkan masuk dan
istirahat, aku pun masuk dan langsung membaringkan badan.
Terlintas
kembali dalam benak apa yang telah ku lihat tadi, sepertinya rasa dan asa
manusia sudah tidak ada, terbukti ketika melihat mereka saling tidak peduli
terhadap apa yang di jalani dan di lalui, aku pun terdiam berselimut tanda
tanya “bagaimana masa depanku nanti????”, “apakah gelar sarjana bisa
menjamin???”, “apa aku akan kuat menghadapi kehidupan ini???”. Tanpa sempat
terjawab satupun pertanyaan itu aku di kagetkan dengan nada dan getar handphone
pertanda adanya pesan masuk, aku pun membuka isi pesan tersebut dan ternyata
pesan dari temanku yang ada di kelas dan isinya memberitahukan bahwa dosen dari
mata kuliah kedua yang sedang kami tunggu berhalangan masuk di karenakan ada
kepentingan yang tidak bisa terlewatkan, lalu ku beritahukan kepada teman lain
yang sedang ada bersamaku Rini dan Ani.
Meskipun
mata perkuliahan sudah selesai tapi kami enggan pulang di karenakan cuaca yang
sangat panas dan cahaya matahari yang menyengat, disana kami berbincang untuk
mengisi kekosongan dan bertukar pikiran mulai dari masalah pembelajaran, baju,
kehidupan hingga masalah impian, hingga akhirnya aku utarakan tentang apa yang
ada dalam pikiran dan ku lihat tadi “dunia ini keras dan kejam, manusia tidak
di perlakukan seperti manusia, jika kita lulus sarjana nanti apakah menjamin
kehidupan kita tidak akan seperti mereka?????” sambil menunjuk ke arah orang
yang sedang bekerja.
Rini
dan ani pun melihat orang orang yang sedang bekerja tadi, lalu mereka terdiam
seakan merasakan apa yang dari tadi saya rasakan dan pikirkan, “iyah mi, pendidikan
tinggi tidak berarti jika kita tidak sungguh sungguh” sahut ani memecah
kesunyian, dan akupun menjawabnya “apa yang akan kita alami nanti jika impian
kita tidak tercapai???” mereka tidak menjawab hanya terdiam tanpa berpaling
terus menatap orang orang yang basah bercucuran keringat, lalu kami pun kembali
meneruskan perbincangan sambil merenungi apa yang telah ter jadi di bumi ini.
Perbincangan
kami berlanjut hingga suara orang yang mengetuk pintu menghentikan pembicaraan
kami, ani pun membuka pintu, terlihat tiga orang mahasiswa, salah satunya orang
yang kami takuti dan kami segani selama ini, “ada yang bisa di bantu?” tanya
ani, “maaf ganggu, boleh minta waktunya untuk bicara dengan kalian?” jawab
salah satu dari mereka lalu ani pun memperbolehkannya dan mereka memperkenalkan
diri dan tujuan kedatanganya, nama mereka “gilang, anggi dan rizki” semenjak
itu kami tau nama mereka dan nama orang yang selama ini kami takuti dan segani
itu brnama gilang, ketua dari mereka. Lalu dia pun menjelaskan maksud dari
kedatanganya yaitu mengajak kami bergabung di organisasi yang mereka dirikan,
organisasi itu bernama BANDIT (brandal intelek).
Pada
awalnya kami jelas saja menolak bergabung, dari nama organisasi saja sudah
identik dengan negatif, namun setelah di jelaskan tentang semua penjelasan
bandit dan tujuanya, kami sedikit mengerti dan mengetahui bahwa mereka memberi
nama BANDIT bukan tanpa tujuan melainkan ingin mengubah pemikiran manusia yang
dangkal dengan menilai sesuatu hanya dari bungkus/nama tanpa mengetahui lebih
dalam lagi, mereka sendiri mengartikan “Brandal” itu “Bebas” dan “Intelek” itu “pemikiran”
jadi mereka mengambil arti Brandal Intelek adalah Kebebasan dalam berpikir.
Setelah lama berbincang bertanya jawab dan saling menjelaskan akhirnya kami pun
masuk dan mengikuti organisasi tersebut dengan rasa ingin tahu lebih dalam
lagi.
Hari
demi hari ku lalui dengan mengikuti organisasi ini dan ternyata benar saja,
organisasi ini bertujuan untuk mengubah pemikiran dangkal manusia khususnya
Indonesia. Beberapa perubahan kami rasakan mulai dari cara pandang sampai
masalah kehidupan, bahkansekarang aku dan temanku yang lain dulu merasa takut
terhadap gilang karena melihat dari fisik dan apa yang dia pakai. Namun setelah
kami mengenalnya lebih jauh, disana kami tahu bahwa dia seorang yang baik.
Sempat
dalam pikiran kami terlintas masuk organisasi ini hanya ingin tau dan jika
tidak nyaman akan keluar lagi. tapi semua di luar dugaan, dalam organisasi ini
selain merasa nyaman kami juga bertukar pikiran dan belajar ilmu kehidupan,
kami merasa punya keluarga kedua setelah di rumah, saling bantu saling
mengingatkan dan saling menjaga satu sama lain.
Pada suatu
hari aku, rini dan ani berkumpul kembali di kosan lalu ani bertanya “yemi, rini
apa kalian akan meneruskan organisasi ini??” serentak aku dan rini menjawab
“iya”, “aku merasa nyaman di organisasi ini, merasa mempunyai keluarga kedua”
jawabku, lalu rini menjawab “kita belajar di fakultas pendidikan, jadi kita
harus belajar cara bersosialisasi, komunikasi. dan organisasi ini
mengajarkanya”, ani pun membalas lagi “iya, aku juga merasa dapat banyak ilmu
yang tidak di ajarkan di organisasi ini”, dari sana kami memutuskan untuk terus
mengikuti organisasi ini.
Setelah kami
masuk di organisasi itu, kami kembali percaya diri untuk menghadapi masa depan
dengan saling menasehati bertukar pikiran dan pengalaman. Meskipun belum besar
tapi kami juga memiliki anggota di universitas lain bahkan mempunyai impian
untuk lebih melebarkan sayap lagi.
Sekarang aku
merasa punya keluarga lagi. Ada yang menjaga dan memperhatikan ku di bandung
meski keluarga utama dan orang tuaku jauh di sebrang sana, karena aku merantau
dari riau untuk menuntut ilmu disini, bahkan dulu mempunyai keinginan kuliah di
ITB (Institut Tekhnologi Bandung) namun
sekarang aku berpendapat lain, meski di manapun kuliahnya entah itu Universitas
ternama atau tidak tapi tetap semua kembali lagi tergantung kepada diri kita
sendiri dengan cara seperti apa kita belajar menghadapi dan menjalani.
Meski
keinginan awal aku kuliah tidak tercapai yaitu masuk Univesitas ternama di
bandung namun di sini sekarang aku bahagia dan percaya bahwa semua kembali lagi
terhadap diri kita, disini sekarang aku punya keluarga dan disini juga aku
menjalani waktu dengan menuntut ilmu.
Hari demi
hari ku lalui dengan lebih pecaya diri tanpa rasa cemas lagi, rasa takut akan
masadepan dan kejamnya kehidupan yang dulu membelenggu hidupku kini sudah runtuh.
Sungguh sangat berbeda jiwa ku yang dulu dengan sekarang, percaya atau pun
tidak tapi itu yang aku rasakan.
Dari
kerasnya kehidupan dan angkuhnya dunia, sekarang aku berdiri dan tak pernah
takut lagi. Ku jalani waktu dengan
mencari ilmu meskipun di luar perkuliahan, jika ada dosen yang tidak dapat
masuk maka aku menggunakan waktu itu untuk mencari ilmu di luar seperti ilmu
organisasi, kehidupan, kemasyarakatan, kewirasusahaan dan banyak lagi yang
masih harus aku pelajari, sampai kapan pun aku tidak akan pernah merasa puas
dan pintar, aku akan tetap mencari,
mendaki tanpa pernah berhenti.
Sunggguh
sangat berguna semua pengalaman dan kehidupanku di sini, suka duka ku alami
disini, mengajarkanku tentang arti kehidupan dan bagaimana cara menghadapina.
Banyak orang yang berpendapat bahwa dulu aku manja, cengeng dan tergantung
orang tua namun sekarang semua itu tidak pernah ku dengar lagi, dalam terjalnya
jalan yang harus di lalui kini ku sadar bahwa aku tidak bisa terus berdiri
dengan kaki orang lain melainkan dengan kaki sendiri, pendirian, pemikiran,
usaha dan keringatku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar