Rabu, 03 April 2013

cerpen meraih cahaya dalam gulita




Meraih cahaya dalam gulita
Karya : Yemi Wulandari

Berpacu dengan waktu lumuran keringat basahi dahi, terik mentari bakar bumi seakan tiada peduli berjuang demi sesuap nasi. Aku duduk terdiam memandangi penomena yang terjadi, betapa kerasnya kehidupan dunia tanpa peduli rasa dan asa sosok manusia. Terlintas di pikiran akan impian dan masa depan yang aku harapkan mengingat banyak lulusan sarjana namun menyandang status pengangguran.
Nama ku Yemi Wulandari, sekarang aku duduk di bangku kuliah semester 3 fakultas ilmu pendidikan di UNIBBA, suatu hari ketika menjalani perkuliahan seperti biasa setiap pergantian mata kuliah. Aku singgah di kosan temanku untuk sejenak membaringkan badan dan menenangkan pikiran dari lelah, dan kebetulan saat itu temanku belum sampai di kosan karena ada keperluan, aku pun menunggunya duduk di kursi depan kosan sembari menatap orang orang yang sedang bekerja memperbaiki jalan, sungguh miris melihat mereka bekerja keras dengan keringat mengucur deras tanpa peduli panasnya mentari yang membakar kulit mereka, saling bantu saling membahu tuk menyelasaikan pekerjaan itu. Beberapa saat kemudian temanku datang dan membuka kan pintu kosan untuk mempersilahkan masuk dan istirahat, aku pun masuk dan langsung membaringkan badan.
Terlintas kembali dalam benak apa yang telah ku lihat tadi, sepertinya rasa dan asa manusia sudah tidak ada, terbukti ketika melihat mereka saling tidak peduli terhadap apa yang di jalani dan di lalui, aku pun terdiam berselimut tanda tanya “bagaimana masa depanku nanti????”, “apakah gelar sarjana bisa menjamin???”, “apa aku akan kuat menghadapi kehidupan ini???”. Tanpa sempat terjawab satupun pertanyaan itu aku di kagetkan dengan nada dan getar handphone pertanda adanya pesan masuk, aku pun membuka isi pesan tersebut dan ternyata pesan dari temanku yang ada di kelas dan isinya memberitahukan bahwa dosen dari mata kuliah kedua yang sedang kami tunggu berhalangan masuk di karenakan ada kepentingan yang tidak bisa terlewatkan, lalu ku beritahukan kepada teman lain yang sedang ada bersamaku Rini dan Ani.

Meskipun mata perkuliahan sudah selesai tapi kami enggan pulang di karenakan cuaca yang sangat panas dan cahaya matahari yang menyengat, disana kami berbincang untuk mengisi kekosongan dan bertukar pikiran mulai dari masalah pembelajaran, baju, kehidupan hingga masalah impian, hingga akhirnya aku utarakan tentang apa yang ada dalam pikiran dan ku lihat tadi “dunia ini keras dan kejam, manusia tidak di perlakukan seperti manusia, jika kita lulus sarjana nanti apakah menjamin kehidupan kita tidak akan seperti mereka?????” sambil menunjuk ke arah orang yang sedang bekerja.
Rini dan ani pun melihat orang orang yang sedang bekerja tadi, lalu mereka terdiam seakan merasakan apa yang dari tadi saya rasakan dan pikirkan, “iyah mi, pendidikan tinggi tidak berarti jika kita tidak sungguh sungguh” sahut ani memecah kesunyian, dan akupun menjawabnya “apa yang akan kita alami nanti jika impian kita tidak tercapai???” mereka tidak menjawab hanya terdiam tanpa berpaling terus menatap orang orang yang basah bercucuran keringat, lalu kami pun kembali meneruskan perbincangan sambil merenungi apa yang telah ter jadi di bumi ini.
Perbincangan kami berlanjut hingga suara orang yang mengetuk pintu menghentikan pembicaraan kami, ani pun membuka pintu, terlihat tiga orang mahasiswa, salah satunya orang yang kami takuti dan kami segani selama ini, “ada yang bisa di bantu?” tanya ani, “maaf ganggu, boleh minta waktunya untuk bicara dengan kalian?” jawab salah satu dari mereka lalu ani pun memperbolehkannya dan mereka memperkenalkan diri dan tujuan kedatanganya, nama mereka “gilang, anggi dan rizki” semenjak itu kami tau nama mereka dan nama orang yang selama ini kami takuti dan segani itu brnama gilang, ketua dari mereka. Lalu dia pun menjelaskan maksud dari kedatanganya yaitu mengajak kami bergabung di organisasi yang mereka dirikan, organisasi itu bernama BANDIT (brandal intelek).
Pada awalnya kami jelas saja menolak bergabung, dari nama organisasi saja sudah identik dengan negatif, namun setelah di jelaskan tentang semua penjelasan bandit dan tujuanya, kami sedikit mengerti dan mengetahui bahwa mereka memberi nama BANDIT bukan tanpa tujuan melainkan ingin mengubah pemikiran manusia yang dangkal dengan menilai sesuatu hanya dari bungkus/nama tanpa mengetahui lebih dalam lagi, mereka sendiri mengartikan “Brandal” itu “Bebas” dan “Intelek” itu “pemikiran” jadi mereka mengambil arti Brandal Intelek adalah Kebebasan dalam berpikir. Setelah lama berbincang bertanya jawab dan saling menjelaskan akhirnya kami pun masuk dan mengikuti organisasi tersebut dengan rasa ingin tahu lebih dalam lagi.
Hari demi hari ku lalui dengan mengikuti organisasi ini dan ternyata benar saja, organisasi ini bertujuan untuk mengubah pemikiran dangkal manusia khususnya Indonesia. Beberapa perubahan kami rasakan mulai dari cara pandang sampai masalah kehidupan, bahkansekarang aku dan temanku yang lain dulu merasa takut terhadap gilang karena melihat dari fisik dan apa yang dia pakai. Namun setelah kami mengenalnya lebih jauh, disana kami tahu bahwa dia seorang yang baik.
Sempat dalam pikiran kami terlintas masuk organisasi ini hanya ingin tau dan jika tidak nyaman akan keluar lagi. tapi semua di luar dugaan, dalam organisasi ini selain merasa nyaman kami juga bertukar pikiran dan belajar ilmu kehidupan, kami merasa punya keluarga kedua setelah di rumah, saling bantu saling mengingatkan dan saling menjaga satu sama lain.
Pada suatu hari aku, rini dan ani berkumpul kembali di kosan lalu ani bertanya “yemi, rini apa kalian akan meneruskan organisasi ini??” serentak aku dan rini menjawab “iya”, “aku merasa nyaman di organisasi ini, merasa mempunyai keluarga kedua” jawabku, lalu rini menjawab “kita belajar di fakultas pendidikan, jadi kita harus belajar cara bersosialisasi, komunikasi. dan organisasi ini mengajarkanya”, ani pun membalas lagi “iya, aku juga merasa dapat banyak ilmu yang tidak di ajarkan di organisasi ini”, dari sana kami memutuskan untuk terus mengikuti organisasi ini.
Setelah kami masuk di organisasi itu, kami kembali percaya diri untuk menghadapi masa depan dengan saling menasehati bertukar pikiran dan pengalaman. Meskipun belum besar tapi kami juga memiliki anggota di universitas lain bahkan mempunyai impian untuk lebih melebarkan sayap lagi.
Sekarang aku merasa punya keluarga lagi. Ada yang menjaga dan memperhatikan ku di bandung meski keluarga utama dan orang tuaku jauh di sebrang sana, karena aku merantau dari riau untuk menuntut ilmu disini, bahkan dulu mempunyai keinginan kuliah di ITB (Institut Tekhnologi Bandung)  namun sekarang aku berpendapat lain, meski di manapun kuliahnya entah itu Universitas ternama atau tidak tapi tetap semua kembali lagi tergantung kepada diri kita sendiri dengan cara seperti apa kita belajar menghadapi dan menjalani.

Meski keinginan awal aku kuliah tidak tercapai yaitu masuk Univesitas ternama di bandung namun di sini sekarang aku bahagia dan percaya bahwa semua kembali lagi terhadap diri kita, disini sekarang aku punya keluarga dan disini juga aku menjalani waktu dengan menuntut ilmu.
Hari demi hari ku lalui dengan lebih pecaya diri tanpa rasa cemas lagi, rasa takut akan masadepan dan kejamnya kehidupan yang dulu membelenggu hidupku kini sudah runtuh. Sungguh sangat berbeda jiwa ku yang dulu dengan sekarang, percaya atau pun tidak tapi itu yang aku rasakan.
Dari kerasnya kehidupan dan angkuhnya dunia, sekarang aku berdiri dan tak pernah takut lagi.  Ku jalani waktu dengan mencari ilmu meskipun di luar perkuliahan, jika ada dosen yang tidak dapat masuk maka aku menggunakan waktu itu untuk mencari ilmu di luar seperti ilmu organisasi, kehidupan, kemasyarakatan, kewirasusahaan dan banyak lagi yang masih harus aku pelajari, sampai kapan pun aku tidak akan pernah merasa puas dan pintar,  aku akan tetap mencari, mendaki tanpa pernah berhenti.
Sunggguh sangat berguna semua pengalaman dan kehidupanku di sini, suka duka ku alami disini, mengajarkanku tentang arti kehidupan dan bagaimana cara menghadapina. Banyak orang yang berpendapat bahwa dulu aku manja, cengeng dan tergantung orang tua namun sekarang semua itu tidak pernah ku dengar lagi, dalam terjalnya jalan yang harus di lalui kini ku sadar bahwa aku tidak bisa terus berdiri dengan kaki orang lain melainkan dengan kaki sendiri, pendirian, pemikiran, usaha dan keringatku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar